Brewok
Langit mendung, sesekali angin menyapa dengan
hembusan yang cukup kenyang, daun-daun yang berasal dari pohon yang berada di tepat
di samping rumah Inggit pun berguguran membuat halaman rumah yang satu jam lalu
di sapu Ibu menjadi kotor kembali belum lagi sampah-sampah yang entah dari mana
asalnya ikut terbawa menghiasi halaman rumah. Rumah yang kata warga sekitar di
huni juga oleh makhluk selain manusia. Rumah yang baru di huni oleh Inggit
beserta keluarganya satu bulan yang lalu.
“Sepertinya akan turun hujan,” Ujar perempuan
berambut sebahu, pandangannya tertuju pada langit yang benar saja dalam
beberapa detik selanjutnya menurunkan rintink-rintik yang perlahan menjadi
besar, sesekali guntur ikut ambil alih.
“Tunggu sampai hujannya reda, Ngit! Ibu melarang
kamu pergi di tengah hujan.”
Permintaan perempuan paruh baya itu Inggit jawab
dengan anggukan. Ia tidak ingin disumpahi dengan hal-hal yang aneh lagi ketika
tidak menurut terlebih jika hal itu berkaitan dengan mitos, hal yang tidak
pernah Inggit percaya. Bagaimana pun juga ucapan adalah doa terlebih keluar
dari mulut seorang ibu, Inggit tidak bisa membayangkan jika perkataan Ibu yang
sudah berulang-ulang itu menjadi kenyataan.
Pagi ini cuaca cerah namun berbalik 180 derajat
dengan raut wajah seorang mahasiswi sastra semester tujuh itu, membuat
teman-temannya bertanya.
“Kenapa lo?”
“Gue nggak paham kenapa sampai sekarang orang-orang
masih saja percaya sama mitos-mitos nggak jelas, zaman sudah maju ok?”
“Emang mitos apaan dah?”
“Mitos kalau nyapu nggak bersih nanti suaminya brewokan,
sumpah gue sebel banget! Padahal gue tu sudah nyapu sebersih mungkin tapi tetap
saja di mata Ibu gue nggak bersih tar ujung-ujungnya di sangkutin dah sama
mitos itu.”
“Eh, tapi emang bener loh! Buktinya ni ya saudara
gue nyapu nggak bersih suaminya brewokan gitu,”
“Apaan si lo semua! Bikin gue makin badmood saja.”
***
Inggit baru saja pulang kuliah, rasa lelah
mengelayuti perempuan itu, ia berencana akan segera merebahkan tubuhnya di
kasur hingga menjelang magrib nanti baru kemudian mengerjakan tugas yang
menguras waktu lagi pikiran. Hari ini untuk hari ini saja ia berdoa semoga
mitos-mitos tidak jelas tidak ia dengar, ia muak!
“Nyapunya yang bersih ya Ngi! Nanti suami kamu brewokan
loh!” seru Ibu dari dapur pada kakaknya yang tengah menyapu di ruang tamu, baru
saja Inggit menginjakkan kaki ke rumah. Doanya tidak dikabulkan oleh Tuhan,
lagi-lagi mitos itu!
“Baru pulang jangan di tekuk gitu wajahnya! Nyapu ni
biar bahagia!” seraya memberikan sapu ke adiknya lantas di balas tatapan penuh
tanda tanya, “Sejak kapan nyapu bikin bahagia? Yang ada nanti kalau nggak
bersih di sangkutin sama mitos nggak jelas itu, jangan bikin aku makin badmood
deh Kak!”
Seorang perempuan paruh baya menggelengkan
kepalanya, melihat kelakuan dua putrinya yang tidak habisnya berdebat soal
mitos suami bewokan, lagi pula apa salahnya jika memiliki suami bewokan? Toh
selagi dia lelaki baik-baik tidak masalah.
“Awas saja sampai nanti kamu suka sama lelaki brewokan!”
“Nggak akan!”
Inggit pergi dengan muka bersungut-sungut, kakak dan
ibunya sungguh menyebalkan untung saja ayahnya tidak, bisa gila ia jika semua
keluarganya percaya dengan mitos tidak jelas itu apalagi jika ia jatuh cinta
pada lelaki bewokan, dunianya seakan telah berakhir.
***
Hari ini perkuliahan libur, Inggit memilih untuk
menghabiskan waktu bersama ponselnya, mengobrol banyak dengan seseorang di
sebrang sana. Sudah dua bulan hati perempuan itu berbunga-bunga, lelaki di
sebrang sana teman SMAnya dahulu. Lelaki dengan perawakan tinggi, berwajah
tampan dengan kumis tipis yang menghiasi, Farel namanya.
“Inggit, aku serius sama kamu! Aku mau kamu jadi
pendamping aku!” ujar lelaki yang kini berada di kota gudeg itu. Wajah Inggit
menjadi merah akibat malu, ia bahagia sekali terlebih ketika Farel mengatakan
bahwa selepas kuliahnya usai ia akan melamarnya.
Farel menyuruh Inggit untuk membuka email, katanya
ada kejutan untuknya. Dan ketika laptop sudah di depan layar, mata Inggit
terbelalak di sana terpapang sebuah foto lelaki yang sangat ia kenali namun ada
yang aneh dan benar-benar aneh, wajah bersih Farel kini dihiasi brewok.
Bagaimana pun penampilan lelaki itu ia tetap saja tampan tapi sudahlah! Lupakan
semua ini! Ini soal harga diri! Tapi semua ini ada bisa di atur, semoga.
“Kakak pegang kata-katamu kalau kamu nggak akan suka
sama lelaki brewokan!” Teriak kakaknya rupanya Anggi masih kesal dengan
sikapnya kemarin.
Sudahlah, tamat saja riwayat Inggit jika semua ini
terbongkar, “Semoga Farel mau mencukur brewoknya!”
Di luar sana, seolah ada tawa yang menyapa membuat
Inggit merinding ia segera menutup jendela, seakan penghuni pohon mangga
menertawakannya, sial!.
0 Response to "Brewok"
Posting Komentar