Kamu dan Senja

Ditulis selepas ashar di masjid jami Al-Qudwah. Awalnya untuk tugas bahasa Indonesia dan cerpen ini pernah saya ikut sertakan dalam lomba di suatu blog tapi ya tidak lolos hehehe. Maka dari itu saya naikan di sini saja ^_^.

#SalamPerjuangan
***
Senja sore ini masih sama seperti kemarin, mengagumkan. Semburat jingga itu tidak pernah berhenti membuatku berdecak kagum seperti ketika pertama kali aku mengaguminya. Lagi lagi seperti tiga tahun yang lalu, aku menikmati karya Tuhan ini bersamamu. Kamu yang memperkenalkan senja kepadaku, terimakasih.


“Aku akan pergi besok,” katamu memecahkan keheningan diantara kita.
“Kemana?” tanyaku masih dengan menatap senja.

Baca Juga

Diam. Kamu tidak menjawab bahkan setelah lima menit berlalu, aku pun seperti biasa acuh tak acuh kepadamu. Sungguh, aku tidak pernah bermaksud tidak peduli kepadamu, bahkan aku tidak bisa. Aku hanya mengimbangi sikap dinginmu. Kamu lelaki sedingin es bahkan lebih, tiga tahun kita bersahabat tidak pernah kamu bersikap hangat kepaku bahkan ketika aku jatuh sakit dan dirawat di rumah sakit, sahabat macam apa kamu ini?


“Bandung.”  Katamu sambil melihatku sekilas lantas kembali menatap semburat jingga itu.
“Cukup jauh, berapa lama?” seperti yang kamu lakukan, aku melihatmu sekilas dan lagi lagi kembali menatap karya Tuhan yang akan segera menghilang.

“Ayo pulang! Hari sudah mulai gelap!” kamu segera bangkit dan melangkah maju meninggalkanku yang masih berada ditempat semula. Baiklah, aku sedang tak ingin berdebat denganmu lagi pula itu percuma. Aku segera bangkit dan mengikutimu yang semakin menjauh, berlari kecil.
***
Tujuh yang lalu.

Perlahan aku membuka mataku, yang pertama kali kulihat adalah ibu dan ayah yang tengah duduk tepat disamping ranjang yang kutempati. Raut wajah cemas mereka berubah menjadi senang ketika aku mulai sadar. Kepalaku sakit, aku tidak ingat apa yang terjadi denganku dan bagaimana bisa aku berada di rumah sakit, tempat yang paling aku benci.


“Syukurlah kamu sudah sadar, Ibu sangat cemas.”
“Kami segera menuju kemari ketika temanmu menelepon Ayah bahwa kamu jatuh dari tangga.”


“Si..siapa?”, “ aau... kepalaku sakit!”  entah kenapa kepalaku menjadi semakin sakit, mataku kembali terpejam. Lama lama aku kembali ke alam mimpi.

Ayah dan ibu menatap iba kepada putri semata wayangnya. Sungguh tidak tega melihat orang yang kita sayangi terbaring lemah. Ayah menatapku sejenak sebelum melangkahkan kaki keluar ruangan, lelaki paruh baya itu hendak menebus obatku.

“Dia tadi sadar sebentar kemudian kembali tidur, sebaiknya kamu pulang Nak! Hari sudah malam lagi pula besok kamu harus menguti olimpiade. Kamu butuh istirahat, Ayah doakan semoga kamu menang.” Ayah tersenyum, ia menatap sosok dihadapannya dalam dalam. Kamu. Kamu hanya menganggukan kepala kemudian melangkahkan kaki keluar.
***
“Terimakasih sudah khawatir kepadaku saat itu, ayah sudah menceritakan semuanya kepadaku. Kami sangat berterimakasih kepadamu. Sungguh.” Aku berkata sambil menatap semburat jingga kesukaan kita. Melihat senja seolah melihatmu, entah kamu mau berfikir aku sudah tidak waras atau apa tetapi aku serius. Kamu mengagumkan bahkan lebih, aku mencintaimu.

“Boleh aku marah kepadamu? Kenapa kamu tidak bilang jika akan pergi dengan waktu yang lama? Kenapa kamu tidak mengucapkan kata kata perpisahan? Kamu jahat! Kamu jahat! Aku tidak peduli bagaimana sikapmu kepadaku, aku tidak peduli jika kamu akan semakin dingin, aku hanya ingin selalu disampingmu! Aku menunggumu! Hiks... hiks... hiks...” Kamu berhasil membuatku mengeluarkan air mata padahal kamu tahu aku paling benci menangis. Tidak, ini bukan salahmu! Aku lemah, setelah lima tahun kepergiaanmu aku masih belum bisa menerima kenyataan bahwa kamu sudah tidak disisiku. Aku masih hidup dimasa lalu bersamamu.

“Will you merry me?” sebuah suara berat memecahkan keheningan, lagi lagi aku mengeluakan air mata. Aku tidak salah, aku sangat mengenal suara berat itu, suaramu! Baik, 1..2..3.. aku berbalik dan mendapati sosokmu. Kamu tersenyum, memegang sebuah kotak cincin. Aku bahagia, sungguh.

Tuhan, terimakasih atas semuanya. skenarioMu sungguh indah.

Related Posts

0 Response to "Kamu dan Senja"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel