Alasannya..




Entah ini hari ke berapa perempuan bernama Ummu itu berada di sebuah masjid daerah Ibu Kota bagian selatan dan entah sudah berapa kali ia memandang langit Jakarta dengan tatapan syahdu serta mulutnya asik bercakap, entah dengan siapa, apakah perempuan itu gila? Sungguh, dibilang gila pun perempuan dengan pipi chaby itu mungkin akan acuh tak acuh toh memang begitulah sikapnya.

“Ada rindu yang menyapa dan mengonyak hati ini, hey bintang! Bisakah kau sampaikan rindu ini pada seseorang di sebrang sana?” ia mulai bercakap, “Nggak seorang juga si karena rindu ini bercabang,” ia mulai mengerutkan keningnya kemudian kembali asik bercakap dengan dirinya sendiri.

Baca Juga

“Apa coba istimewanya langit Jakarta?” tanya seorang perempuan seusinya, kini perempuan itu ikut menyaksikan langit Jakarta di jendela lainnya.
“Entahlah, indah, aku suka melihatnya,” jawab Ummu sama sekali tidak menoleh pada si penanya, “Nggak tidur?”

Lampu masjid mulai dimatikan, para peserta pun satu persatu mulai masuk ke alam mimpi, menyisakan beberapa peserta yang masih semangat menghafal kalammullah dan perempuan bernama Ummu itu pun kini beralih kepada langit-langit masjid berteman boneka hello kitty milik adiknya yang ia jadikan bantal. Perempuan itu meraih kerudungnya kemudian bangkit, ia melirik ke arah jam masjid lantas seperti biasanya menghitung berapa jam ia akan tidur.

Langit di luar masih berteman kerlap-kerlip lampu Ibu Kota, beralasakan karpet hijau ia bersama peserta lainnya mulai berselanjar ke alam mimpi, ya terkecuali mereka yang membawa alas tidur lainnya seperti kasur yang memang diperbolehkan oleh panitia.
***
Suasana di luar sana masih terang benderang, matahari pun masih menjalankan tugasnya dan lagi-lagi meski malam belum menyapa seorang perempuan berkerudung asik memandang suasana Ibu Kota pada siang hari.

“Aku mau pulang Kak!” Seorang anak berusia 12 tahun berujar pelan, Ummu menengok sekilas sebelum akhirnya berkata, “Sama, aku juga tapi mau bagaimana lagi?”

Namanya Syahidah, ia baru saja akan menginjak masa-masa biru dongker dan Syahidah adalah salah satu peserta yang mengatakan bahwa ia ingin pulang, ya salah satu karena sudah ada beberapa peserta lain yang tanpa berkata kepada Ummu namun sudah pulang ke rumah, hey, lagi pula mereka tidak mengenal Ummu!

Di lain waktu, tidak di jendela tetapi masih di dalam masjid berlantai 3 itu kumpulan perempuan bercakap-cakap dan salah satu topik pembicaraan mereka adalah pulang ke rumah, siapa mereka? Tebak saja! Yang pasti mereka menggenal perempuan bernama Ummu itu atau bahkan sering bercakap.

Di lain waktu , peserta yang baru datang yang entah siapa namanya beberapa hari kemudian sudah tidak nampak batang hidungnya di masjid Al-Falah ini dan bukan sebuah kabar burung bahwa peserta itu telah pulang. Kenapa orang-orang datang lalu pergi? Kau akan temukan jawabannya di akhir tulisan ini.
***
Seingat perempuan itu ia tidak terlalu banyak cakap selama dauroh, tapi sungguh ia tidak keberatan pula jika ada peserta lain yang tidak setuju dengan opininya toh ini hanya opini. Namanya Ummu, perempuan yang usianya belum genap 17 tahun, mungkin tidak banyak bercakap namun setiap apa yang terjadi ketika dauroh ia akan berusaha rekam baik-baik semua itu, baik suka maupun duka, kelak semua itu akan menjadi cerita indah.

Mau dengar salah satu kisahnya? Mungkin hal ini bukan hanya terjadi kepada dirinya dan ia yakin hal ini dialami juga oleh beberapa peserta lain, di mana suara serak nyaris habis, entah karena menghafal dengan suara yang terlalu keras atau alasan lainnya. Tapi sungguh kehabisan suara kala itu memang tidak enak namun setelah difikir-fikir kapan lagi suara nyaris habis karena menghafal kalammullah?

Mau dengar cerita lain? Tunggu saja kelanjutan dari tulisan ini.

“Pemenang adalah ia yang bertahan sampai akhir!”

“Tidak peduli seberapa banyak apa yang kau dapat selagi kau sudah berusaha itu adalah yang terbaik!”

Lantas kenapa orang-orang pulang? Alasannya sederhana saja mereka tidak betah.
Sampai bertemu di tulisan selanjutnya J .


Depok, 22 Juli 2016
****
Cerita ini ditulis ketika jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam lebih namun kantuk belum juga menyapa, teringat pula bahwa aku pernah berjanji pada diriku sendiri untuk membuat cerita tentang Tahfidz Akbar Ramadhan maka dari pada kekosangan menyapa tidak jelas, kubiarkan diri ini larut dalam cerita yang entah dapat dimengerti atau tidak..

#SenjaPerjuangan






Related Posts

0 Response to "Alasannya.."

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel