Hey, Kawan!




Hujan di luar masih sama seperti 30 menit yang lalu malah curahnya menjadi semakin deras. Dua orang lelaki dewasa duduk berteman kopi di balik kaca sebuah kafe terkenal di ibu kota Indonesia ini. Terlihat jelas bahwa salah satu dari lelaki itu tertawa yang di sambut senyuman aneh lawan bicaranya. Lelaki bertopi dengan rona wajah memerah.

“Semoga tidak pernah ada yang tahu hal ini kecuali istrimu! Hahahaha,” 
“Berhentilah menggodaku!” lelaki bertopi mendengus kesal.

Baca Juga

“Baik, bagaimana pekerjaanmu sekarang?” sambil menyeruput kopinya.

Sekilas percakapan kedua sahabat itu. Entah apa yang terjadi selanjutnya yang pasti hujan masih setia bersama guntur yang sesekali menggema.
***
Lelaki dengan kaos hijau, berambut sedikit gondrong, menghela nafas berat. Bagian terspesial dalam dirinya sakit bukan main. Bagaimana pun ini akan tetap menjadi rahasia baik esok maupun lusa.

“Perasaanku terlalu sederhana, sesederhana doa yang selalu kupanjatku kepada-Nya yang telah mempertumakan kita semoga.”
Masih menatap objek yang sama hingga beberapa detik kemudian tertunduk. Menarik dua ujung bibirnya sebagai penguat semua ini. Perlahan lelaki itu pergi, hilang di tengah kerumunan orang.

Entah apa yang membuat pandangan si objek kini tertuju kepada punggung seorang lelaki yang semakin lama menjauh, pandangan yang menyakitkan. Rumit.

Diujung jalan sana, dua orang sahabat memperhatikan kejadian yang sungguh sangat memilukan. Meski tidak pernah terucap dari kedua belah pihak tetapi sorot mata mereka mampu menjelaskan semuanya.

“Pengecut sekali lelaki itu!” ujar seorang sahabat bertopi.
“Hey, kawan! Tidak semudah itu mengungkapkan sebuah perasaan terlebih adanya tembok status sosial,” sahabat satunya beranjak pergi. Setengah jam lagi kelas di mulai.
***
Perempuan itu hampir menjerit. Di tengah kegelapan tiba-tiba perutnya dilingkari sepasang tangan kekar dengan sigap si pemilik tangan berujar pelan, “Jangan berisik! Nanti anak-anak bangun,”

Si perempuan bernafas lega. Lagi-lagi lelaki yang dipilihkan orangtuanya itu melakukan hal-hal sederhana yang membuat pipinya merona. Membuatnya jatuh cinta setiap saat pada si pemilik tangan kekar. 

“Kenapa kamu matikan lampunya?”
“Ini mati lampu, Sayang.”
“Mari kita ke kamar anak-anak! Khawatir mereka ketakutan,”

Lelaki itu menggemgam jemari istrinya erat, seakan takut kehilangan. Menuntunnya di tengah kegelapan.
****
Tahukah kalian? Mereka bukanlah sepasang kekasih sebelumnya, mereka hanya teman sekampus yang memiliki cinta masing-masing. Bersatu karena sebuah perjodohan. Hey, ini bukan jaman Situ Nur Baya! Menggapa mereka tidak memberontak? Alasan sederhanya adalah mereka belajar menerima semuanya dengan ikhlas, saling membuka hati dan menerima. Memang tak mudah melupakan cinta begitu saja tetapi dengan waktu yang terus bergulir maju cinta baru pun tumbuh malah lebih indah dari sebelumnya.

Hey, jika kamu benar-benar mencintai seseorang, buktikanlah! Jangan hanya menatap dari kejauhan! Jangan hanya karena perbedaan status kau mundur! Esok boleh jadi ketika kamu sudah menikah kesuksesan datang kepadamu.

Related Posts

0 Response to "Hey, Kawan!"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel