Kopi Ramadhan
Tahun ini usiaku
sembilan belas tahun. Di tahun ini ramadhan yang kulalui sangatlah berbeda dan
menguji kesabaran, bukan karena aku menjalankan ibadah puasa di Inggris yang
waktu berpuasanya 18 jam 5 menit, waktu yang sangat panjang bukan? Hal itu
dikarenakan di Inggris sedang berlansung musim panas. Dimana pukul 7 malam
matahari masih bersinar terik, dan matahari sudah bersinar pada pukul 3 pagi
Entah ini suatu
keberuntungan atau sudah menjadi takdirku, aku menjabat sebagai wakil. Perlu
diketahui bahwa atasanku adalah seorang lelaki yang memiliki banyak fans
wanita. Kamu, iya kamu! Makhluk yang sangat menguji kesabaranku, makhluk
pecinta kopi begitulah aku menyebutmu.
“Kamu itu pahit
seperti kopi!” katamu tegas namun pelan. Kamu menatapku sejenak kemudian
melangkahkan kaki entah kemana.
Mukaku merah
dibuatmu, bukan karena aku menyukaimu seperti kebanyakan wanita, bahkan mereka
lera kau bentak asalkan dapat berbicara denganmu.
Seiring
pungungmu yang mulai menghilang, tanganku yang awalnya terkepal keras perlahan
melemah dan menujukkan jemariku yang lentik. Aku menghela nafas berat, kamu
sungguh menguji kesabaranku! Terlebih lagi ini bulan ramadhan. Dapatkan kamu
tidak membuatku kesal sepanjang ramadhan ini?
Ah, harapanku
tak terkabul malah berbanding terbalik. Ramadhan ini organisasi kita mengadakan
banyak kegiatan, dari mulai sanlat, kajian pagi, hingga buka bersama, itu
artinya aku akan semakin sering berinteraksi dengamu, iya kamu!
***
Matahari siang
ini bersinar sangat terik. Keringatku pun sudah meleleh disana sini dan kamu
belum juga datang! Kamu membiarkanku berdiri selama satu jam di depan kampus,
sungguh kamu makhluk yang sangat menyebalkan. Kamu kan tahu jika depan kampus
kita sangatlah gersang, apa kamu ingin membuatku semakin coklat? Tenang saja,
kamu itu putih jadi tidak akan tersaingi oleh kulitku.
“Nanti malam
jangan lupa!” setelah mengatakan itu, kamu pergi bahkan kali ini tanpa
melihatku sama sekali.
Hampir saja aku
meneriakimu dengan kata kata “Hey! Apa hanya itu yang ingin kamu katakan?
Kenapa tidak lewat SMS saja? Kamu membuatku benar benar kehabisan kesabaran!”
namun aku teringat jika bulan ini adalah bulan puasa, aku tak ingin pahala
puasaku hilang hanya karena meneriakimu. Sabar.
***
Masjid di tempat
kita pun belum berkicau untuk membangunkan orang sahur. Di tengah malam seperti
ini aku dan kamu berada cukup jauh dari rumah, aku dan kamu, seorang wanita dan
lelaki.
Kamu membawaku
kepada sebuah rumah yang megah. Aku pun mengerjitkan dahi, tidak tahu menahu
apa tujuanmu membawaku ke sini. Kamu benar benar makhluk yang menguji
kesabaran, dengan enaknya kamu berjalan duluan tanpa melihat kondisi mataku
yang sudah 5 watt. Aku ini wanita butuh perlindungan apalagi ini tengah malam.
Aku dan kamu saat ini persis
seperti maling, berjalan mengendap endap menuju belakang rumah itu. Terlintas
difikiranku bahwa kamu akan melakukan perampokan.
“Kamu kekurangan
uang? Jangan merampok!” cegahku.
“Aku tahu
agama.” Jawabmu tegas, masih sambil berjalan beberapa langkah didepanku.
Dihadapan kita
terlihat sebuah bangunan reyot, gubuk. Gubuk itu terlihat seperti tak
berpenghuni, tak ada penerangan sama sekali. Dan kamu menghentikan langkah,
menatap bagunan itu cukup lama.
Langkahmu
semakin cepat. Aku pun dengan setia membuntutimu dari belakang. Tepat didepan
pintu gubuk itu kamu menaruh sembako yang telah kita bawa. Kini aku tahu apa
tujuanmu ke sini. Ah, kamu memang orang baik.
***
“Kamu itu pahit
seperti kopi!” katamu seperti dua tahun lalu.
Kamu tidak
pernah berubah, masih seperti dahulu ketika awal ketika kita menikah. Namun
kita tidak sedang berada di kampus, kenapa kamu tiba tiba menjadi cuek. Kita
sedang di rumah bersama bayi munggil yang kita beri nama Khalid.
“Kamu itu pahit
seperti kopi! Dan tanpa kopi pahit hidupku tidak akan lengkap.”
Kamu membuat
wajahku merah seperti dua tahun lalu, namun kali ini merah karena aku
mencintaimu bukan menyukaimu. Entahlah bagiku suka dan cinta itu berbeda
walaupun bagimu itu sama.
“Kita umumkan
pernikahan kita! Kamu sudah siap kan?” katamu sambil menatapku dalam dalam.
Matamu sangatlah berharap.
Maafkan aku!
Memintamu untuk menutupi pernikahan kita selama dua tahun belakangan ini. Dan
kamu menjadi bersikap cuek kepadaku ketika di kampus, tapi sikapmu benar benar
menyebalkan saat itu. Entah kamu sedang berakting atau sunguh sunguh karena
kesal dengan permintaan konyolku. Maafkan aku!
“Iya Kak.”
Kataku sambil menatap balik kamu. Aku memanggilmu dengan sebutan kesayangku
kepadamu, kakak, karena kamu adalah kakak kelasku yang kini menjadi imamku.
“Tidur sudah
malam! Besok kita akan mudik ke kampung halamanku!”
==================================================================
Data Penulis
1. Nama
Asli : Umu Puspitsari
2. Nama
Pena : Senja Perjuangan
3. Face
Book : Senja Perjuangan
4. Twitter : @ummu_1610
5
Diikut sertakan dalam lomba cafe kopi tapi tidak menang hehehe..
0 Response to "Kopi Ramadhan"
Posting Komentar